Memang jika kita baca sepintas saja akan terkesan bahwa keturunan Ham adalah bangsa terkutuk, sebab ayat yang mereka kutip hanyalah potongannya saja. Tapi jika kita baca secara utuh, kisah nabi Nuh dalam Alkitab, ternyata tidaklah seperti apa yang mereka tuduhkan. Marilah kita pelajari dengan seksama kutipan Alkitab di bawah ini secara utuh.
�Anak-anak Nuh yang keluar dari bahtera ialah Sem, Ham dam Yafet; Ham adalah Bapa Kanaan. Yang tiga inilah anak-anak Nuh, dan dari mereka inilah tersebar penduduk seluruh bumi. Nuh menjadi petani; dialah yang mula-mula membuat kebun anggur. Setelah ia munim anggur mabuklah ia dan ia telanjang dalam kemahnya. Maka Ham Bapa Kanaan itu, melihat aurat ayahnya, lalu diceritakannya kepada kedua saudaranya di luar. Sesudah itu Sem dan Yafet mengambil sehelai kain dan membentangkannya pada bahu mereka berdua, lalu mereka berjalan mundur; mereka menutupi aurat ayahnya sambil berpaling muka, sehingga ia tidak melihat aurat ayahnya. Setelah nabi Nuh sadar dari mabuknya dan mendengar apa yang dilakukan anak bungsunya kepadanya, berkatalah ia : �Terkutuklah Kanaan hendaklah ia menjadi hamba yang paling hina bagi saudara-saudaranya.� Lagi katanya : �Terpujilah Tuhan, Allah Sem tetapi hendaklah Kanaan menjadi hamba baginya. Allah meluaskan kiranya temapat kediaman Yafet, hendaklah ia tinggal dalam kemah Sem, tetapi hendaklah Kanaan menjadi hamba baginya.� (Kej 9:18-27)
Setelah kita baca secara utuh jalan cerita di atas, maka timbul pertanyaan apa sebenarnya kesalahan si Ham anak nabi Nuh tersebut? Bukankah justru Ham adalah sebagai dewa penolong bagi bapaknya?
Ketika Ham melihat bapaknya mabuk dan telanjang bugil, dia langsung memberitahukan kepada kedua saudaranya, agar aurat bapaknya ditutup dengan kain.
Untung anaknya laki-laki (Ham) yang pertama kali melihat aurat bapaknya yang mabuk dan bugil tersebut. Coba kalau terlihat oleh istri-istri anaknya nabi Nuh (menantunya), kan lebih memalukan, apalagi mereka semua tinggal dalam serumah. Mestinya secara logika Ham inilah yang berjasa karena dia cepat memberitahukan keadaan bapaknya kepada kedua kakaknya sehingga tidak terlihat aurat bapaknya oleh istri-istri mereka. Tapi sungguh disayangkan , begitu bapaknya (Nuh) sadar dari mabuk dan bugil ria justru Ham langsung dikutuk olehnya. Sudah dikutuk dijadikan budak bagi saudara kandungnya sendiri. Ini tentu sangat kelewatan dan sangat tidak etis,tidak pantas, tidak rasional. Mestinya Ham ini harus mendapat pujian dan sanjungan dari bapaknya (Nuh), bukan kutukan !
Dari skenario jalan cerita di atas, sebenarnya yang terkutuk itu bapak mereka sendiri (Nuh), sebab jika seorang nabi atau utusan Allah sampai mabuk bahkan telanjang bulat, ini menunjukkan akhlak yang sangat tidak terpuji sebagai seorang ayah apalagi seorang utusan Allah. Na�uudzubillahimindzaalik!
Jadi sangat tidak wajar kutukan seorang mabuk dijadikan hujjah untuk mendiskreditkan seseorang hanya karena ketidaksukaan atau kebencian terhadap suatu agama!. Jika Allah yang mengutuk Ham, mungkin bisa kita tinjau apa alasan Allah mengutuknya. Tapi karena yang mangutuk Ham adalah manusia biasa (bapaknya sendiri) apalagi dalam keadaan mabuk dan bugil, tentu sulit diterima akal sehat, sebab sebenarnya yang mengutuknya itulah yang terkutuk, sebab jika benar Nuh itu seorang nabi Allah lalu mabuk sambil bugil, tentu perbuatannya itu sangat tercela di hadapan Allah bahkan pebuatannya itu pasti terkutuk!
Jadi kesimpulannya, Ham bukan dari keturunan terkutuk, tapi yang mengutuk itulah yang terkutuk! Jika Alkitab mengatakan kebobrokan dan kebejatan nabi Allah seperti Nuh yang mabuk dan bugil ria, justru Al Qur�an sangat memuliakan beliau. Tidak mungkin seorang nabi pilihan Allah melakukan perbuatan bejat. Sudah salah mengutuk Ham, malah dijadikan budak bagi kedua saudara kandungnya sendiri. Ini sangat kelawatan dan sangat tidak manusiawi bagi ukuran seorang ayah terhadap anaknya, apalagi dia adalah seorang utusan Allah.
Jika Alkitab sangat melecehkan akhlak nabi NUH seperti yang dilukiskan dalam ayat Alkitab tadi, justru Al Qur�an sangat memuliakan nabi Nuh.
�Innallaahash thafaa aadama wa nuuhaw wa aala ibraahiima wa aala �imraana �alal �aalamiin.�
�Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran, melebihi segala bangsa (pada waktu itu).� (Q.S. 3 Ali Imran 33)
�La qad arsalnaa nuuhan illa qaumi-hii fa qaala yaa qaumi�budullaaha maa lakum min ilaaihin ghairuhuu inni akhaafu �alaikum �adzaaba yaumin �azhiim.�
�Sesungguhnya kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia berkata : �Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kalitidak ada Tuhan selain-Nya. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab di hari kiamat� (Q.S. 7 Al A�raaf 59)
�Salaamun �alaa nuuhin fil �aalamiin. Innaa ka dzaalika najzil muhsiniin. Innahuu min �ibaadinal mu�minin.�
�Sejahtera atas Nuh pada seluruh alam. Sesungguhnya demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. Sesungguhnya dia (Nuh) termasuk di antara hamba kami yang beriman.� (Q.S. 37 Ash Shaaffat 79-81).