#navbar-iframe { display: none !important; }
'' Dan Mereka Berkata : 'Sekali kali Tidak Akan Masuk Syurga Kecuali Orang - Orang Yahudi Dan Nasrani ' Demikian Hanya Angan - Angan Mereka Yang kosong Belaka Katakanlah: " Tunjukanlah bukti kebenaranmu Jika Kamu Adalah Orang - Orang Yang Benar ( Qs 2 : 111 )

ISA SEBAGAI JURU SELAMAT ???

Apa yang ada dalam benak seorang muslim ketika mendengar kata Al Masih atau yang dalam terjemahan bahasa Indonesianya disebut dengan ‘Juruselamat’? Mungkin berbagai persepsi akan muncul seputar sebutan istimewa tersebut. Patut diketahui bahwa istilah ‘Al Masih’ atau ‘Juruselamat’ itu sendiri bermula dari kebiasaan bangsa Israel untuk memberikan sebutan kehormatan kepada orang-orang yang mereka anggap suci atau telah berjasa pada kehidupan mereka. Dengan kata lain sebutan semacam itu berlaku umum bagi siapa saja yang menurut ketetapan mereka telah memenuhi syarat sebagai seorang yang pantas dianggap suci atau dihormati. Adapun beberapa orang yang telah memenuhi kriteria tersebut, Perjanjian Lama telah mencontohkannya sebagai berikut:

Saul

“Bukankah Tuhan telah mengurapi engkau menjadi raja atas umat-Nya Israel? Engkau akan memegang tampuk pemerintahan atas umat Tuhan, dan engkau akan menyelamatkannya dari tangan-tangan musuh-musuh di sekitarnya. Inilah tandanya bagimu, bahwa Tuhan telah mengurapi engkau menjadi raja atas milik-Nya sendiri.” (I Samuel 10:1)


Harun

“Kemudian dituangkannya sedikit dari minyak urapan itu ke atas kepala Harun dan diurapinyalah dia untuk mengkuduskannya.” (Imamat 8:12)


Elisa

“Juga Yehu, cucu Nimzi, haruslah kau urapi menjadi raja atau Israel, dan Elisa bin Safat dari Abel Mehola, harus kau urapi menjadikan Nabi menggantikan Engkau.” (I Raja-raja 19: 16)


Daud

“Maka datanglah semua tua-tua Israel menghadap raja lalu raja Daud mengadakan perjanjian dengan mereka di Hebron di hadapan Tuhan; kemudian mereka mengurapi Daud menjadi raja atas Israel.” (II Samuel 5: 3)


Solomo

“ Imam Zadok telah membawa tabung tanduk berisi minyak dari kemah, lalu diurapinya Salomo. Kemudian sangkakala ditiup, dan seluruh rakyat berseru ‘Hidup Raja Salomo.’” ( I Raja-raja 1 : 39)


Koresy

“ Beginilah firman Tuhan: Inilah firman-Ku kepada orang yang Kuurapi, kepada yang tangan kanannya kupegang supaya Aku menundukkan bangsa-bangsa di depannya dan melucuti raja-raja, supaya Aku membuka pintu-pintu di depannya dan supaya pintu gerbang tidak tinggal tertutup.” ( Yesaya 45 : 1)

Pertanyaan berikutnya yang mungkin muncul adalah mengapa Nabi Isa as. mendapatkan sebutan atau julukan yang serupa? Apa yang melatarbelakangi Nabi Isa as. mendapatkan julukan Al Masih? Untuk mengetahui jawabannya orang harus mengetahui lebih dahulu latar belakang dan kondisi masyarakat pada kala itu. Tanpa itu orang mustahil dapat mengetahui penyebabnya.

Telah diriwayatkan bahwasannya Nabi Sulaiman as bin Daud as dikenal sebagai seorang nabi sekaligus raja terakhir bagi bangsa Israel. Kemudian beliau digantikan oleh puteranya Rabeam, yang melanjutkan tahta kekuasaan ayahnya selama masa fatrah (masa antara dua orang nabi), yakni sekitar tujuh belas tahun. Setelah Rabeam wafat, bangsa Israel terpecah-belah dan harus menghadapi serangan-serangan dari pihak asing yang ingin menguasai tanah Palestina. Secara intern, bangsa Israel terpecah-belah menjadi kerajaan-kerajaan kecil, berbagai golongan dan suku-suku. Keadaan ini terus berlangsung hingga tahun 722 SM. Sedangkan secara ekstern, keberadaan raja bernama Nebukadnezar dari luar kalangan bangsa Israel mulai mengancam kemanan penduduk Palestina. Raja ini tidak segan-segan memerintahkan untuk menghancurkan Heikal di Baitul Maqdis dan mengasingkan bangsa Israel ke daerah Babel serta menjadikan mereka sebagai budak.

Pada pertengahan abad keempat sebelum masehi, pasukan Macedonia yang berada di bawah pimpinan Alexander Yang Agung berhasil menjajah Asia, termasuk menghancurkan kuil-kuil umat Majusi di Iran. Setelah itu disusul oleh penyerbuan pasukan Antacios dari Yunani. Pasukan ini berhasil meratakan tanah Heikal untuk yang kedua kalinya, setelah sebelumnya Heikal sempat diijinkan di bangun kembali oleh raja Kaikhasrau dari Iran. Mereka membakar semua kitab-kitab suci bangsa ini dan menyiksa rakyatnya dengan siksaan yang amat pedih. Siksaan berkepanjangan itu baru bisa diakhiri setelah muncul seorang bernama Yahuda Makkabi. Mereka kemudian kembali mendirikan Baitul Maqdis pada tahun 167 SM. Mereka juga berhasil menyusun ulang Kitab Taurat. Namun sayang, generasi penerusnya mulai menyimpang dari kebenaran.

Karena Yahuda Makkabi bukan berasal dari keturunan nabi Daud as. maka bangsa Israel memohon kembali kepada Allah agar dihadirkan seorang raja dari keturunan nabi Daud as. yang diharapkan mampu mengembalikan kejayaan mereka yang telah hilang. Akhirnya pada tahun 63 SM pemerintahan Makkabi pun berakhir. Mereka dihancurkan oleh pasukan Pompei dan bangsa Israel sekali lagi jatuh menjadi bangsa terjajah.

Dari segi keagamaan, bangsa Israel pada masa itu telah terpecah belah menjadi banyak golongan dan aliran, namun secara umum mereka terdiri dari 5 kelompok:

1. Kelompok Saduki

Mereka tergolong kelompok keagamaan paling kaya di antara kalangan bangsa Israel, di antaranya mereka memiliki banyak pusat-pusat penting yang bergengsi dan berpengaruh. Dalam kepercayaan mereka manusia menerima ganjaran atau siksa atas tingkah lakunya hanya di dunia saja. Golongan ini tidak meyakini adanya akhirat, kiamat dan hari pembalasan di kemudian hari.

Mereka juga berpegang teguh pada tradisi-tradisi klasik dan menolak setiap bentuk bid’ah serta menyerahkan kekuasaan Heikal secara penuh kepada seluruh masyarakat. Penamaan kelompok ini dinisbahkan kepada seseorang bernama Saduki yang pada masa Nabi Daud as dan Nabi Sulaiman as bertugas memelihara tempat peribadatan.

2. Kelompok Farisi

Tingkatan mereka berada di bawah tingkatan Saduki baik dari segi perbendaharaan pusat-pusat penting maupun pengaruhnya, hanya saja mereka memiliki jumlah lebih besar. Mereka dikenal sebagai kelompok yang tidak mau bekerjasama dengan kelompok lain, tinggi hati dan sangat ketat menjalankan Hukum Taurat. Dalam keyakinan mereka hari kiamat dan hari pembalasan itu ada. Oleh karena itu, mereka menganjurkan kepada para pengikutnya untuk meninggalkan kelezatan hidup dan hanya mendekatkan diri kepada Allah. Golongan ini umumnya mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat. Hidup di gubuk-gubuk terpencil dan hanya menyembah kepada Allah semata.

Nama mereka di adopsi dari istilah Ibrani yang dalam bahasa Arabnya analog dengan kata “al-Firzi” karena mereka selalu berusaha memisahkan diri dari kelompok lainnya. Dalam catatan sejarah kelompok ini dikenal sebagai kelompok yang menentang keras setiap bid’ah lain yang akan mencampuri tradisi peribadatan mereka.

3. Kelompok Aseni atau Asen

Kelompok ketiga ini, berjumlah minoritas dibandingkan kelompok Saduki dan Farisi. Mereka dikenal sebagai kelompok yang berpegang teguh pada akidah, tekun menjalankan ibadah, dan menyatakan dirinya sebagai kelompok keturunan murni Bani Israel.
Di antara cerminan penderitaan hidup mereka dan kesengsaraannya adalah diharamkannya memiliki dua pakaian, dua sandal atau menyimpan harta dan makanan pokok untuk sehari-hari esok. Sifat yang lebih dominan dalam kehidupan mereka adalah sifat kependetaan.

4. Kelompok Golat

Mereka adalah pecahan-pecahan kecil dari kelompok Aseni yang memilih hidup zuhud, menderita, dan kependetaan.

5. Kelompok Samier

Mereka adalah kolaborasi dari orang-orang Yahudi dan Syiria. Nenek moyang mereka berasal dari kabilah Syiria yang oleh raja Babel dikembalikan ke Palestina agar mereka menetap di sana sebagai pengganti kaum Yahudi yang telah diasingkan ke daerah yang berada di antara dua sungai.

Kelompok Samier dikenal sebagai kelompok yang banyak mengadopsi bid’ah dan tradisi-tradisi asing ke dalam syariat mereka. Mereka tergolong kelompok Bani Israel yang memiliki semangat tipis dalam menjalankan dan mengikuti syariat Nabi Musa as.


Keadaan yang sudah terpecah belah menjadi banyak golongan ini kian diperburuk dengan perilaku para golongan rahib yang menuntut sejumlah tarif kepada masyarakat yang hendak melakukan kegiatan ritual keagamaan. Masyarakat diwajibkan menyerahkan nazar dan korban kepada mereka. Untuk itu para rahib tidak segan-segan memasukkan hal-hal yang mereka inginkan sendiri ke dalam nash-nash Kitab Taurat, seolah-olah itu merupakan bagian dari firman Allah. Selain mereka juga ada sekelompok ahli agama dan pendeta yang masuk ke dalam lapisan masyarakat dan memonopoli agama untuk kepentingan diri mereka sendiri. Mereka membuat akte pengampunan dosa, menetapkan yang haram menjadi halal dan mengesahkan yang halal menjadi haram, tergantung dari besarnya uang yang mereka terima dari jemaahnya. Pengkultusan individu terhadap individu lainnya dan penerapan sistem perbudakan begitu merajalela kala itu. Pendeknya, masyarakat Israel benar-benar menghadapi dilema keagamaan yang sangat pelik. Hanya sedikit sekali orang-orang yang masih lurus jalannya seperti keluarga Nabi Zakaria dan keluarga Imran (nenek moyang Nabi Isa as).

Sementara itu, dalam kehidupan intelektual mereka banyak dipengaruhi oleh aliran-lairan filsafat Yunani Klasik dan filsafat Romawi. Contohnya adalah apa yang terjadi sekitar tahun 150 SM. Saat itu diperkenalkan sistem filsafat Yahudi yang dirintis oleh Aristobulus dan kemudian berkembang dalam masa Philo Judaeus dari Alexandria ( 45 SM-50 M ). Sebagian besar karya Judaeus sendiri merupakan komentar-komentar cerita-cerita dalam Injil yang dipandang dari kaca mata filsafat bersifat Platonis. Baginya, agama dan filsafat Yunani mempunyai sumber yang sama, yakni Allah mewahyukan dan menyatakan diri-Nya kepada manusia. Allah dipandang sebagai tokoh adikodrati yang secara mutlak berbeda dengan kosmos dan memang harus berbeda dengan kosmos. Allah adalah roh transeden yang tidak ada dalam dunia ini melainkan di seberang sana. Ia adalah Sang Ada (Ho On), sedangkan dunia adalah benda. Allah dan dunia tidak dapat disatukan, karena itu diperlukan perantara, yakni Logos. Pendekatan dan metode interpretasi Judaeus ini nantinya sangat berpengaruh pada pemikiran umat Kristiani pada masa-masa berikutnya.

Dalam alam dan kondisi masyarakat yang tercampur baur semacam inilah Allah kemudian mengirim Nabi Isa as. sebagai juruselamat bagi bangsa Israel yang dilematis. Sebetulnya misi utamanya adalah meluruskan kembali pola keimanan, kepercayaan keagamaan dan pola pikir masyarakat yang salah kaprah. Dia mengemban amanah mengembalikan bentuk ritual keagamaan yang telah banyak disimpangkan, serta menambahkan beberapa ajaran baru seperti tentang toleransi dan cinta kasih kepada sesama yang belum pernah diajarkan nabi-nabi sebelumnya. Jadi, misi Nabi Isa as bukanlah sebagai logos, seperti yang dipercayai oleh penganut faham Judaeus, apalagi sebagai Tuhan yang datang untuk menyelamatkan dunia dengan menghilangkan segala ritual keagamaan berupa ‘amal ibadah’. Akan tetapi misi utamanya adalah mendorong umat manusia untuk melakukan ritual keagamaan berupa amal ibadah dengan cara yang benar dan jauh lebih baik dibandingkan dengan apa yang dilakukan kelompok-kelompok keagamaan Yahudi.

“Berkata Isa: ’Sesungguhnya aku ini hamba Allah Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan kembali.’ Itulah Isa putera Maryam yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya,”
(QS. Maryam: 30-34)